RSS

Teman di Persimpangan Pencarian

Terhenyak sesaat dari lamunan yang entah sejak kapan kumulai. Sedetik sebelumnya, pikiranku asyik berputar-putar ke sana ke mari. Mencari setiap sudut dan rongga yang bisa dimasuki. Ah, sedetik kemudian aku lupa, semua yang sedari tadi mengganggu pikiranku hilang seketika. Dering dari Smartphoneku yang berbunyi tanpa diminta itu membuyarkan semuanya. Segera setelahnya mukaku menjadi pucat pasi dan hatiku menjadi tak karuan.

Pesan yang baru saja masuk ke smartphoneku bukan pesan biasa. Pesan amarah, tanda puncak dari suatu pergumulan yang lama terpendam. Lama ku terdiam membaca pesan penuh rasa sakit itu. Bukan tidak jantan, mencurahkan semua melalui pesan elektronik tapi aku tau ia terlalu sakit hati untuk langsung mengatakannya. Makian mungkin akan terlontar melalui kata yang terucap namun tulisan akan mampu memilahnya.

Aku menarik nafas panjang. Kemudian kembali menarik nafas. Baru kali ini, ia semarah ini padaku dan aku sedang sangat lelah. Aku tak ingin menanggapi dengan kelelahan ini. Kupejamkan mata sejenak.



Hanya satu kalimat yang kutuliskan sebagai balasan, 'aku minta maaf'. Aku tahu kalimat itu tidak cukup, tapi aku tidak tahu harus mengatakan kalimat apa untuk membela diri. Bila ingin bertahan, pembelaan diri bukanlah yang terbaik. Merendahkan diri dan mengakui kesalahan adalah jawaban yang tepat.


Sekian menit, balasannya kembali masuk. Masih dengan penuh kata-kata memilukan hati. Aku ingin menangis rasanya. Namun aku bukan wanita yang senang dilihat oleh khalayak ramai ketika menangis. Kukerjapkan mataku sekian kali untuk menunda air mata yang akan jatuh.

Aku tak sanggup untuk membalas. Kudiamkan saja sejenak. Kembali termenung mengingat apa yang terjadi.

Kupikir mencintai dan dicintai itu adalah hal yang mudah. Dua orang yang sudah lelah berpetualang dan mencari, kemudian saling menemukan dan memutuskan untuk berhenti.

Tapi aku mendapatkan bahwa terkadang menemukan tidak berarti ditemukan. Begitu pula sebaliknya. Ditemukan tidak berarti menemukan.

Ia sudah salah sangka. Aku ditemukan namun tidak menemukan. Aku merasa jemu menjelaskan alasan bahwa aku tidak menemukannya. Aku mulai merasa jengkel, berharap ia kembali melanjutkan pencariannya. Sayang, ia tidak mengerti dan tidak berusaha mengerti. Atau ia mengerti tapi berusaha menyangkalnya.

Aku hanya tidak ingin menjadi jahat. Seorang teman akan berusaha memberikan penjelasan, namun karena seorang teman, maka ia harusnya mengerti dan dapat menangkap maksud di balik setiap aksiku.

Bila aku memilih mendiamkan dan menjauh, lalu apa artinya teman? Aku sudah pernah melakukannya dan tidak menyenangkan hasilnya. Aku menyesal telah menjadi orang yang jahat. Namun kini, aku dihadapkan pada pilihan untuk kembali bersikap sama.

Aku kembali menghela nafas, sepanjang-panjangnya yang aku bisa. Mengapa terasa rumit padahal ini adalah hal yang mudah.
Sekali lagi aku menggerakkan jari-jariku menekan layar smartphone-ku. 'Aku mohon maaf. Semoga bahagia'. Kutambahkan 1 kalimat di belakangnya.

Aku sungguh berharap kami bisa kembali melanjutkan pencarian masing-masing dan akan saling bertegur sapa pada perjumpaan berikutnya.